Palu (Humas Kemenag Kota Palu) — Penyelenggara Bimas Kristen Kemenag Kota Palu, melaksanakan kegiatan pembinaan bagi 40 tokoh agama Kristen dari Lembaga Keagamaan Kristen se Kota Palu, dengan mengusung tema “Prinsip Membangun Moderasi Beragama, Pelaksanaan dan Tanggungjawabnya di tengah masyarakat yang Majemuk” bertempat di Gereja GKSI Jemaat Galilea Palu, Jumat (24/2/2023).
Penyelenggara Bimas Kristen, Daniel Rusli Wibowo dalam laporannya mengungkapkan bahwa prinsip moderasi beragama yang patut kita pahami, sebagai upaya membangun kerukunan antar umat beragama, yakni mengakui, menghargai perbedaan, bekerja sama, berkeadilan dan berimbang.
“Membangun kerukunan umat beragama itu harus ada sikap mengakui. Jadi kerukunan umat beragama dibangun dari adanya sikap mengakui orang lain yang berbeda dari kita. Kerukunan terbangun ketika ada saling menghargai, membangun kerukunan tidak cukup hanya mengakui adanya perbedaan, tetapi juga harus menghargai perbedaan itu sendiri,” ujar Daniel Rusli Wibowo.
Kakankemenag Kota Palu, Nasruddin L. Midu mengungkapkan dalam sambutannya bahwa, Kementerian Agama tidak lepas dari visi yang profesional dan andal dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul, untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.
“Untuk mewujudkan visi tersebut maka kementerian agama menggagas misi sebagai upaya meningkatkan kualitas kesalehan umat beragama dan memperkuat moderasi beragama dan kerukunan umat beragama,” ujar Nasruddin.
Menurutnya, moderasi beragama merupakan cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan atau pemahaman agama yang sangat kaku maupun ekstrem kiri atau pemahaman agama yang sangat liberal.
“Beragama secara moderat ini sangat penting ditengah pergaulan masyarakat yang heterogen. Agar masyarakat tetap hidup rukun meskipun dalam perbedaan, dan agar perbedaan tidak memicu perpecahan dan permusuhan,” sebut Nasruddin.
Kakankemenag menjelaskan empat pilar indikator moderasi beragama yaitu, komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi dan menghargai kearifan lokal, hal ini menunjukkan bahwa melalui moderasi beragama seseorang tidak bertindak ekstrim dan tidak berlebihan dalam menjalankan ajaran agamanya.
Lebih Lanjut, Nasruddin paparkan, dalam konteks Indonesia, komitmen kebangsaan harus ditegaskan kembali karena bagaimanapun juga keutuhan bangsa yang menjadi tempat umat beragama mengaktualisasikan agama harus senantiasa terjaga keamanan dan kedamaiannya. Tidak boleh atas nama agama merusak sendi-sendi kehidupan dan kedamaian berbangsa. Kedamaian dalam sebuah bangsa menjadi syarat dalam kenyamanan mengimplementasikan nilai-nilai agama.
“Selain itu penting juga mengakomodasi ragam budaya lokal bangsa yang memiliki kekayaan khazanah dalam memahami agama. Seseorang harus senantiasa melihat budaya yang ada. Jika pun secara prinsip ada budaya yang bertentangan dengan inti pokok ajaran agama, maka harus melakukan pendekatan persuasif. karena agama tidak bisa dibawakan dengan cara-cara kekerasan,” pungkasnya. (kasman)