Palu (Humas Kemenag Kota Palu) — Pada umumnya zakat yang ditunaikan bersifat konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun jika dipikir lebih dalam, hal ini kurang membantu untuk jangka panjang. Zakat yang diberikan itu dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari dan akan segera habis. Oleh karena itu muncul istilah zakat produktif agar dapat memberikan dampak dan nilai manfaat dalam jangka panjang pada diri mustahik.

Hal tersebut di ungkapkan Wakil Ketua II Baznas Kota Palu, Dra. Hj. Hafsah S. Fattah, M.Pd didampingi presenter Wa ode Rina Mustika dalam acara dialog interaktif, kajian religi subuh kerjasama Kantor Kementerian Agama Kota Palu dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Palu, di Jalan Kartini LPP-RRI Palu, Kamis (29/9/2022).

Wakil Ketua II Baznas Kota Palu, Hj. Hafsah S. Fattah mengatakan, salah satu sisi ajaran Islam yang harus ditangani secara serius adalah optimalisasi pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah untuk pengentasan kemiskinan.

Menurutnya, meskipun pelaksanaan zakat telah lama dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia, namun pelaksanaannya masih terbatas pada zakat fitrah di bulan Ramadhan saja. “Sedangkan zakat Maal, Infaq dan Shadaqah masih dikelola oleh perorangan, bentuk distribusinya pun masih konsumtif. Artinya hanya diberikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan langsung yang bersangkutan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.” ungkap Hafsah.

Selain zakat yang sifatnya konsumtif, beliau juga menjelaskan bahwa zakat produktif diharapkan bisa menjadi alternatif untuk memberdayakan para mustahik agar dikemudian hari menjadi Muzakki, yang bisa mengeluarkan zakat, infak dan shadaqah.” tambahnya.

Dijelaskannya bahwa secara nilai manfaat, zakat ada yang disebut zakat konsumtif, zakat yang bersifat konsumtif merupakan zakat secara langsung diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan sangat membutuhkan, terutama fakir miskin. Selain itu, zakat diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, seperti kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal secara wajar.

Sementara itu kata Hafsah, zakat produktif merupakan zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan zakat yang telah diterimanya. Dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Ia berharap pemanfaatan zakat sebagai usaha produktif merupakan pemberian modal usaha bergulir, artinya mustahik diberikan sejumlah modal dan diharuskan untuk dapat mempertanggungjawabkan penggunaan modal usaha kerja itu, dengan harapan ketika usahanya maju tidak lagi menjadi mustahik, tetapi muzakki.” harap Hafsah.

Lanjut Hafsah jelaskan, kalau cara ini berjalan dengan lancar maka kemanfaatan zakat tentunya bisa sangat besar. Banyak orang yang bisa mendapat modal, bisa bekerja, menjadikan hidupnya cukup bahkan kaya dan akhirnya berubah dari mustahik ke muzakki. Jika zakat produktif ini bisa terlaksana dengan baik dan benar, niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur berkurang dan bahkan hilang.

“Baznas sebagai Lembaga Amil zakat, mempunyai peranan yang sangat penting dan signifikan. lembaga amil zakat yang ada, harus mampu bersinergi untuk menciptakan manajemen pengelolaan zakat yang baik dan upaya pendayagunaan dana zakat, infak dan shadaqah secara efektif, efisien dan tepat sasaran.” tandasnya.

“Hal ini tentunya bukan semata memberikan zakat secara konsumtif namun lebih pada zakat produktif dengan sistem pemberdayaan yang berkelanjutan dan nilai manfaatnya akan berdampak lebih luas untuk para mustahik.” pungkas Hafsah.

Similar Posts